Target Post.Net – Banjarmasin. Persidangan Pra peradilan terhadap pihak Kejati Kalsel selaku Termohon yang dilayangkan pemohon pra peradilan yaitu Muhammad Saidi Noor atau MS (38), caleg terpilih di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) didampingi Kuasa Hukumnya Zainal Abidin SH,MH kembali digelar di PN Banjarmasin, pada Jum’at ( 27/9/2024 ) pagi tadi.
Adapun agenda persidangan pra peradilan yang dipimpin hakim tunggal Suwandi SH,MH kali ini Pemohon pra peradilan menghadirkan dua saksi dan ahli yaitu Dr.Alfira SH.MHum salah satu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah.
Adapun ahli yang dihadirkan dari Pemohon untuk menguatkan dalil-dalil dari Pemohon Pra peradilan. Dan sangat disayangkan kedua saksi yang dihadirkan batal lantaran belum ada perintah tertulis selaku ASN sebagai saksi.
Kuasa Hukum Zainal Abidin SH,MH Menanggapi keterangan dari beberapa ahli yang dihadirkan baik dari pihak Pemohon Pra peradilan maupun dari pihak Termohon Pra peradilan yaitu Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan terutama terkait masalah kewanangan yang memeriksa pra peradilan dan juga terkait prusedur penetapan Tersangka.
Menurutnya dari dua ahli yang dihadirkan tadi selain keterangan ahli masalah administrasi, dimana ahli jelas menerangkan bahwa kewenangan yang memeriksa pra peradilan adalah pengadilan negeri Banjarmasin dan hal tersebut sudah sesuai dengan pihaknya ajukan permohonan pra peradilan terhadap Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan.
” Jadi dari kedua ahli terlepas dari administrasi, kalau dari ahli tadi sudah jelas bahwa yang berwenang adalah pengadilan negeri Banjarmasin,dan ini sesuai dengan yang kami ajukan permohonan pra peradilan ini, ” kata advokat Zainal Abidin SH,MH saat ditemui usai sidang yang digelar di PN Banjarmasin, pada Jum’at, ( 27/9/2024 ) pagi tadi.
Lanjutnya, selain itu soal Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan ( SPDP ) terkait adanya dugaan penetapan tersangka terhadap MS yang dikeluarkan oleh pihak Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan.
Dijelaskannya, dalam masalah SPDP ahli dalam keterangan adanya perbedaan pendapat diantaranya apabila berkas perkaranya di split atau terpisah maka SPDP harus ada dua SPDP nya, selain itu pendapat satunya bahwa SPDP harus sesuai dengan objek dari pada kasus itu sendir.
Menurutnya dari adanya perbedaan pendapat dari ahli terkait masalah SPDP tinggal Hakim saja lagi yang menyimpulkannya.
” Sedangkan kami sependapat dengan ahli yang menerangkan bahwa SPDP kalau di split atau dipisah harus ada dua SPDP dan bukan hanya SPDP awal yang dipakai karena ia telah menetapkan tersangka waktu itu. Dimana klien kami dipanggil sebagai saksi dan sekitar sejam kemudian ditetapkan tersangka dan setelah itu dilakukan penahanan. Padahal dalam masalah ini klien kami perkaranya displit atau dipisah, ” terangnya.
Lanjutnya, dengan di split kasusnya artinya berbeda dengan berbeda harusnya ada SPDP awal.
” Dan ini yang menjadi pokok permasalahan kita mempra peradilan kejaksaan karena tidak adanya awal pemberitahuan SPDP tersebut dan penetapan tersangka dan bahkan dikeluarkan penetapannya dikeluarkan oleh Kejaksaan Tinggi Kalimantan Selatan, yang beralamat di Banjarmasin.Dan bukan kasusnya yang kami permasalahkan tetapi penetapan tersangkanya
‘